Tuntutan Kelompok Bersenpi Pada Zikir
http://atjehjustice.blogspot.com/2014/10/tuntutan-kelompok-bersenpi-pada-zikir.html
Direktur Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) Safaruddin (baju merah) berfoto bersama Nurdin Bin Ismail Amat Alias Abu Minimi (kiri), mereka kelompok bersenjata yang mengaku dirinya sebagai mantan kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM ) |
Justice Aceh - Idi, Nurdin Ismail yang mengaku terlibat serangkaian aksi kriminal bersenjata api di Aceh Timur di antaranya penculikan warga negara Skotlandia pada Juni 2013 di Aceh Timur, perampokan mobil PT CPM pelaksana pemasangan pipa gas di Aceh Timur, dan sejumlah aksi teror lainnya.
Aksi bersenjata itu, menurut Nurdin dilakukan pihaknya karena masyarakat setempat tidak dipekerjakan dan tidak adanya komitmen dengan pihak mereka.
“Kami berharap kehadiran mereka (perusahaan) bisa membuka kesempatan pekerjaan kepada masyarakat. tetapi kenyataannya itu tidak terjadi,” kata Nurdin dalam keterangan pers-nya yang dilansirkan aceh.tribunnews.com, Sabtu (11/10/2014).
Nurdin memastikan kelompoknya akan terus bergerilya untuk melawan pemerintahan Aceh sampai tuntutan mereka yakni keadilan untuk suluruh mantan kombatan GAM dipenuhi, dan menjamin kelangsungan hidup janda korban konflik, pendidikan anak yatim, dan kemakmuran bagi seluruh masyarakat Aceh.
“Kamoe akan melawan Pemerintah Aceh sampoe darah kamoe abeh, tapi meunyoe pemerintah geupenuhi yang kamoe lakee, kamoe siap kembali ke asai dan senjata kamoe jok keu yang berhak atawa polisi (kami akan melawan Pemerintah Aceh sampai darah kami habis, akan tetapi apabila tuntutan kami dikabulkan, kami kembali ke masyarakat dan senjata kami serahkan ke aparat kepolisian),” tegas Nurdin.
Nurdin juga mengaku tidak bermusuhan dengan aparat keamanan, pihaknya hanya melawan pemerintah yang menurutnya hanya memperkaya diri sendiri tanpa memperhatikan kehidupan rakyatnya.
“Coba lihat sekarang, pembangunan Aceh setelah MoU atau bagi hasil 70-30 persen antara Pemerintah Aceh dengan Pemerintah Pusat sama saja, masih banyak jalan desa yang hancur, rakyat terus makan debu, sedangkan yang kenyang adalah konco-konco pimpinan Aceh,” demikian Nurdin bin Ismail.