Pajak Importir naik, Pemerintah diminta tegas awasi Impor Ilegal
http://atjehjustice.blogspot.com/2013/12/pajak-importir-naik-pemerintah-diminta.html
Atjeh Justice - Pakar Ekonomi dari Institute for Economic Development and Finance (Indef) Enny Sri Hartati menilai paket kebijakan ekonomi jilid II yang kemarin dilansir pemerintah menyasar isu yang tepat. Khususnya penaikan Pajak Penghasilan (PPh) pasal 22 untuk barang impor tertentu, dari 2,5 persen menjadi 7,5 persen.
Dia membenarkan bahwa aktivitas importir badan, yang jadi subyek PPh pasal 22, harus direm ketika neraca perdagangan defisit seperti sekarang. akan tetapi, Pemerintah masih memilki satu kelemahan, dimana pemerintah belum mampu mengelola pintu-pintu masuk perdagangan di seluruh pulau.
Enny mengatakan, Indonesia masih punya banyak pelabuhan tikus yang membuat kebijakan pengurangan impor, baik lewat instrumen fiskal maupun non-fiskal, kurang bertaji.
"Satu hal yang tidak pernah bisa kita pastikan seberapa efektif kebijakan itu, dengan kondisi negara kepulauan seperti sekarang, barang-barang ilegal yang murah dan tidak berkualitas itu masuknya luar biasa," ujarnya saat dihubungi merdeka.com, Jakarta, Selasa (10/12).
Selain pengawasan barang impor ilegal, Enny meminta Direktorat Bea Cukai Kementerian Keuangan serius memeriksa akurasi data wajib pajak badan di bank data mereka. Dari temuan Indef, banyak pengusaha impor di Indonesia yang tidak jelas statusnya, meski terdaftar oleh negara.
Bila data tersebut tidak akurat, maka penaikan PPh pasal 22 bakal sia-sia karena importir yang jadi sasaran beleid itu mudah menghindari pajak.
"Selama ini importir-importir ini kan banyak yang tidak jelas. Coba periksa badan hukumnya yang minta list di bea cukai, kalau diperiksa pasti alamatnya aneh-aneh semua. Ini yang kita belum banyak tertibkan," kata Enny.
Selain itu, mengurangi impor juga tak bisa mengandalkan insentif maupun disinsentif fiskal. Enny mendorong pemerintah menerapkan hambatan perdagangan yang sifatnya tidak sekadar tarif. Selama ini, Indonesia tak serius menghalau produk asing berkualitas rendah, misalnya dari China atau Taiwan. Caranya, menaikkan PPnBM atau serius menerapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) sebagai acuan importasi.
Padahal kalau barang-barang tersebut yang sebagian sudah diproduksi di dalam negeri, bisa dihambat masuk, maka industri domestik akan bergairah. Situasi itu dipercaya Enny bisa lebih cepat memangkas defisit perdagangan.
"Itu pasti akan bisa mengerem penetrasi impor dari barang berkualitas rendah. Kebijakan ini memang desainnya harus komprehensif," tandasnya.
Kebijakan penaikan PPh pasal 22 tersebut merupakan paket lanjutan setelah 4 program lain dilansir pada 24 Agustus lalu.
Menteri Keuangan Chatib Basri kemarin mengatakan PPh pasal 22 selama ini prosesnya ditagih di awal tahun kalender untuk wajib pajak badan yang bergerak di bidang importasi barang konsumsi. Dulu, pajak 7,5 persen hanya diberikan pada importir yang tak punya Angka Pengenal Importir (API). Kini, semua wajib pajak badan dikenai nominal tagihan pajak yang sama.
Dengan kenaikan ini, perusahaan akan sangat selektif dalam merancang proses pendatangan barang selama 12 bulan ke depan.
"Kalau dia keluarin uang untuk pajak lebih besar di awal, cash flow-nya kena. Sehingga kita harap akan mengurangi impornya," ujarnya.
Kebijakan ini akan berlaku efektif awal tahun depan. Pemerintah memastikan bahan baku, bahan penolong, maupun produk pangan impor yang dianggap bisa mempengaruhi inflasi, jadi pengecualian dari kebijakan tersebut.
Sedangkan barang impor volume pengapalannya bakal berkurang karena importirnya kena pajak lebih tinggi, misalnya telepon seluler, laptop, furnitur, mainan, sampai kendaraan bermotor.
Pemerintah menargetkan paling tidak penaikan PPh pasal 22 ini dapat mengurangi 25 persen impor barang konsumsi. Diperkirakan beleid itu bisa membantu mengurangi defisit neraca perdagangan selama 2014 sebesar USD 2-3 miliar.
[aj]